Beranda Khazanah Mengapa Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Baik dari Tertutup? Begini Kata Direktur...

Mengapa Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Baik dari Tertutup? Begini Kata Direktur SPP

208
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

Beritapasundan.com- Ketika membahas sistem pemungutan suara proporsional, atau sistem pemungutan suara secara umum, biasanya kita berbicara tentang bagaimana mereka mengalokasikan kursi ke partai politik.

Tetapi parlemen lebih dari sekadar mengenai partai politik, melainkan juga tentang siapa individu yang akan dipilih dan menjadi anggota parlemen.

Ini adalah pertanyaan yang sangat penting dalam sistem Pemilu Proporsional, sebab terdapat perbedaan yang jelas antara sistem terbuka dan sistem tertutup, sistem panachage dan sistem kumulasi.

Namun, yang selalu jadi perdebatan di Indonesia adalah soal sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Kedua sistem ini pernah diterapkan di Indonesia.

Baca juga: Pendi Anwar Sebut Sistem Proporsional Tertutup Khianati Cita-Cita Reformasi

Sejak pemilu pertama pada tahun 1955 hingga pemilu akhir Orde Baru pada tahun 1997, sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup (Closed-List Proportional Representation). Sistem ini menekankan pentingnya peran parpol dalam pemilu untuk menempatkan calon dan penentuan calon di dasarkan pada nomor urut.

Kemudian, pada pemilu pertama era Reformasi tahun 1999, Indonesia masih tetap mengadopsi sistem pemilu proporsional tertutup dan terus dilanjutkan pada 2004.

Tetapi sistem itu diubah menjadi proporsional terbuka (Open-List Proportional Representation) pada 2009 karena sistem tertutup diduga memperkuat oligarki elit parpol dalam pencalonan. Sistem terbuka ini terus berjalan hingga Pemilu 2019.

Di bawah sistem terbuka, kontrol atas siapa yang terpilih sepenuhnya ada di tangan pemilih – kandidat dengan suara individu terbanyaklah yang terpilih.

Baca juga: Fraksi Partai Gerindra Jabar: Proporsional Tertutup Ciptakan Oligarki dan Budaya ABS

Namun upaya untuk mengembalikan sistem tertutup kembali mengemuka setelah gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dimohonkan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Para pemohon meminta agar MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional, sehingga sistem pemilu di Indonesia dapat diganti dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.