Beranda Headline Telegram Dikecam: Konten Kekerasan Seksual Picu Kemarahan Global

Telegram Dikecam: Konten Kekerasan Seksual Picu Kemarahan Global

15
Kekerasan seksual
Foto: Freepik

beritapasundan.com – Platform perpesanan Telegram kembali menuai kritik setelah investigasi mengungkap keberadaan grup dengan lebih dari 70 ribu anggota pria dari berbagai negara. Grup ini digunakan untuk mendiskusikan kekerasan seksual, termasuk berbagi tutorial pemerkosaan dan video kejahatan. Penemuan ini memicu kemarahan publik serta seruan untuk regulasi lebih ketat terhadap platform online.

Investigasi yang dipimpin oleh ARD, jaringan penyiaran publik terbesar di Jerman, menemukan grup Telegram yang aktif dalam berbagi gambar, video, dan instruksi rinci tentang cara melakukan kekerasan seksual. Para anggota grup, sebagian besar menggunakan bahasa Inggris, bahkan mendiskusikan cara menargetkan perempuan di lingkungan rumah tangga mereka, seperti istri, pacar, atau saudara perempuan.

Baca juga: Pijat Refleksi: Cara Alami untuk Tubuh Sehat Tanpa Obat

Lebih mengejutkan, anggota grup ini membagikan tautan ke toko online yang menjual obat penenang terselubung sebagai produk sehari-hari, seperti perawatan rambut, untuk memfasilitasi kejahatan mereka. Salah satu anggota bahkan membual tentang membius istrinya dan menawarkan perempuan tersebut kepada orang lain.

Telegram, yang didirikan oleh Pavel Durov pada 2013, telah lama dikecam karena kegagalannya mengatur konten ilegal. Meskipun menawarkan enkripsi kuat dan menolak berbagi data pengguna dengan pemerintah, sikap ini menjadikan Telegram tempat berlindung bagi aktivitas kriminal, termasuk perdagangan narkoba, eksploitasi seksual anak, dan kekerasan seksual.

Pendiri Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan memfasilitasi aktivitas kriminal melalui moderasi platform yang tidak memadai. Meski telah dibebaskan dengan jaminan, Durov kini dalam tahanan rumah sambil menunggu persidangan.

Telegram mengklaim memiliki kebijakan tanpa toleransi terhadap konten ilegal. Namun, platform ini dikritik karena tidak terlibat dalam inisiatif internasional seperti National Centre for Missing and Exploited Children (NCMEC) dan Internet Watch Foundation (IWF), yang bertujuan mengidentifikasi dan menghapus konten berbahaya.

Baca juga: Cara Praktis Mengubah Voice Note Jadi Teks di WhatsApp

Kasus ini juga menyoroti skala pelecehan seksual yang lebih luas terhadap perempuan. Data menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan di Inggris dan Wales pernah mengalami kekerasan seksual setidaknya sekali dalam hidup mereka. Lebih dari itu, 46% kasus kekerasan seksual dilakukan oleh pasangan intim.

Penemuan ini menjadi pengingat mendesak untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan memperketat regulasi platform online guna mencegah penyebaran konten yang mendorong kekerasan seksual. (*)