Beranda Headline Puskeswan Karawang Ajak Masyarakat Pahami Bahaya AMR dalam Kehidupan Sehari-Hari

Puskeswan Karawang Ajak Masyarakat Pahami Bahaya AMR dalam Kehidupan Sehari-Hari

3
Amr
Foto: Nepal Live Today

KARAWANG – UPTD Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Karawang menyerukan masyarakat di Kabupaten Karawang agar lebih waspada terhadap bahaya Resistensi Antimikroba (AMR). Fenomena AMR terjadi ketika mikroba seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespon pengobatan antimikroba, sehingga sulit untuk ditangani dan berpotensi mengancam kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AMR merupakan salah satu dari 10 ancaman kesehatan global teratas sejak 2019. WHO memprediksi lebih dari 39 juta kematian dapat terjadi akibat AMR antara tahun 2025 hingga 2050.

Baca juga: Tekanan Hidup Meningkat, Begini Cara Cegah Bunuh Diri pada Generasi Muda

“Resistensi Antimikroba adalah ancaman serius bagi kesehatan manusia dan hewan serta berdampak buruk pada lingkungan,” ungkap Kepala UPTD Puskeswan Karawang, drh. Dian Kurniasih, dalam wawancaranya pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Untuk menekan risiko AMR, Dian mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan memberikan pengobatan atau menyuntikkan antibiotik pada hewan tanpa pengawasan ahli. Terutama pada hewan ternak yang dagingnya dikonsumsi manusia, karena residu antibiotik dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan berpotensi menurunkan efektivitas pengobatan pada manusia.

“Jangan coba-coba bertindak sebagai dokter untuk hewan tanpa pengetahuan yang cukup. Pengobatan yang salah, khususnya pada hewan ternak, bisa menyebabkan residu antibiotik yang berbahaya bagi konsumen,” jelas Dian.

Dian juga mengingatkan masyarakat untuk menghindari konsumsi hewan yang tidak umum, karena berpotensi menimbulkan penyakit baru, seperti yang terjadi pada wabah COVID-19 yang awalnya diduga berasal dari kelelawar.

Menurutnya, kesadaran masyarakat harus ditingkatkan untuk memahami kesehatan dari perspektif yang lebih luas, tidak hanya kesehatan manusia tetapi juga hewan dan lingkungan (One Health). Pendekatan ini memungkinkan kolaborasi lintas sektor dalam penanganan penyakit dan wabah.

Dian menambahkan, meski kondisi wabah seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) serta Lumpy Skin Disease (LSD) telah terkendali pada tahun ini, pihaknya tetap melakukan upaya pencegahan agar wabah serupa tidak kembali muncul. Fokus utama mereka tetap pada sektor peternakan, namun juga meliputi edukasi dan pelayanan kesehatan hewan kesayangan.

Baca juga: Madu: Rahasia Alami untuk Energi, Kesehatan Pencernaan, dan Kulit

Dampak Global Resistensi Antimikroba

Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, Dian memaparkan sejumlah dampak negatif dari AMR, di antaranya:

  1. Penyakit menjadi sulit diobati.
  2. Risiko penyebaran penyakit lebih tinggi dan cenderung fatal.
  3. Efektivitas obat antibakteri menurun.
  4. Kualitas hasil pengobatan memburuk.
  5. Meningkatnya kegagalan dalam pengobatan dan pencegahan penyakit.
  6. Biaya kesehatan meningkat akibat perawatan yang lebih kompleks dan pilihan terapi terbatas. (*)