Beranda Pernak Pernik Maung Panjalu: Simbol Pengorbanan dan Kesetiaan dalam Legenda Sunda

Maung Panjalu: Simbol Pengorbanan dan Kesetiaan dalam Legenda Sunda

98
Maung Panjalu
Foto: Ilustrasi

beritapasundan.com – Di tanah Sunda, legenda Maung Panjalu telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat. Kisah ini berawal di wilayah Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, di mana konon hidup dua orang anak kembar bernama Borosngora dan Brawijaya. Mereka dikenal sebagai anak yang kuat dan pemberani, keturunan dari Raja Panjalu yang memiliki kekuasaan dan wibawa besar.

Dalam ceritanya, suatu ketika, terjadi perselisihan besar di Kerajaan Panjalu yang melibatkan para pangeran, termasuk Borosngora dan Brawijaya. Konflik ini berakar dari perebutan tahta dan kekuasaan, serta kecemburuan di antara keluarga kerajaan. Untuk menjaga ketenangan, kedua anak kembar ini akhirnya memutuskan untuk melakukan tapa brata atau semedi di Gunung Sawal, sebuah tempat yang dianggap suci.

Baca juga: Cerpen: Jakarta, Awal Sebuah Cinta

Pada puncak semedi mereka, Borosngora dan Brawijaya memohon kepada para dewa agar diberi petunjuk untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Dewa kemudian menjawab doa mereka dengan memberikan wangsit bahwa keduanya akan bereinkarnasi menjadi seekor macan atau maung yang akan menjaga kedamaian di Kerajaan Panjalu. Akhirnya, dengan penuh ikhlas, kedua kembar ini menerima takdirnya dan berubah menjadi dua ekor maung penjaga yang sakral.

Maung Panjalu diyakini memiliki kekuatan gaib dan menjadi simbol keberanian, keteguhan, dan perlindungan bagi masyarakat Panjalu. Hingga kini, masyarakat Panjalu menghormati legenda ini melalui berbagai ritual adat yang dilakukan di sekitar Gunung Sawal dan Situ Lengkong Panjalu. Mereka percaya bahwa roh kedua anak kembar ini masih menjaga wilayah Panjalu dari segala ancaman.

Kisah Maung Panjalu bukan hanya sekedar cerita rakyat, tetapi juga menjadi simbol kepercayaan masyarakat akan kesetiaan dan pengorbanan demi kesejahteraan banyak orang. Hingga hari ini, legenda ini tetap hidup dalam ingatan masyarakat Sunda dan menjadi salah satu kisah mistis yang kaya akan nilai budaya. (*)