KARAWANG – Orang tua korban pelecehan seksual oleh terduga pimpinan Pondok Pesantren Al-Isra angkat suara, anak-anaknya trauma berat setelah kejadian.
Ayah seorang santriwati yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ia memberanikan diri melapor ke pihak berwajib karena kondisi anaknya sangat mengkhawatirkan pasca kejadian.
“Kecewa dengan kejadian ini, anak saya ditawarin lanjut ke pondok pesantren sampe gak mau karena takut. Sekolah kemanapun gak mau, dia gak ketemu laki-laki, dengan omnya, kakak iparnya itu gak mau, terkecuali dengan saya bapaknya,” ungkap dia.
Baca juga:Â Kuasa Hukum Ungkap Dugaan Eksploitasi Anak dan Pelecehan Seksual di Pondok Pesantren Al-Isra Karawang
Ia mengatakan, pelecehan kepada anaknya terjadi pada 22 Maret 2024 dengan modus dipeluk-peluk, ditutup mata hingga gesekan fisik. Mendengar kabar tersebut, sontak membuatnya tak terima dan sakit hati. Terlebih anaknya kini baru berusia 15 tahun.
“Itu ada kakak kelas yang menyaksikan, posisinya saat tadarus. Selama 3 bulan (pasca kejadian) dia mengurung diri, makan gak mau, minum gak mau,” jelasnya.
Hal serupa juga terjadi kepada anak kandung M (43), ia memiliki 2 anak yang dipesantrenkan di Al-Irsa. Emosinya tak terbendung saat mengetahui kedua anaknya mendapatkan perlakuan tak senonoh dari pimpinan pondok pesantren Al-Isra.
“Awalnya saya kira hanya anak pertama saya, ternyata anak kedua saya juga diperlakukan seru. Saya taunya setelah di rumah, dan anak kedua saya bener-bner dia pikir itu beneran hukuman,” ungkapnya.
Mendengar hal tersebut, ia memutuskan untuk mendatangi pondok pesantren dan meminta keterangan (pertanggungjawaban).
M menjelaskan, saat didatangi beberapa orang tua siswa mulanya pelaku tak mau mengaku salah, namun pada akhirnya ia meminta maaf dan mengaku khilaf.
“Dia bilang maaf khilaf, dan dia bilang itu bercanda dan berpikir hal wajar. Padahal saya percayakan anak saya di sini,” ucap M menahan tangis.
Baca juga:Â Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes Majalaya: Enam Santriwati Melapor ke Polisi
“Saya juga sempat rekam, anak saya bersaksi, semua dibuka, baru 3 anak yang bersaksi di cut sama dia. Dia nangis minta maaf, istrinya pun ada disitu, wali kelas 9 ada, ustadzah juga ada. Disaksikan para ortu siswa, sekarang tiba-tiba tidak mengakui,” tambahnya.
Lantaran kecewa berat, saat itu juga M menarik kedua anaknya untuk pulang dan tidak melanjutkan pendidikan di pondok tersebut. (*)