KARAWANG – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Karawang, KH. Tajuddin Nur, menyoroti maraknya kasus pencabulan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren. Ia menilai, tindakan tercela yang dilakukan oleh oknum di pesantren sangat memalukan dan merusak citra lembaga pendidikan Islam.
“Perbuatan pencabulan oleh oknum di lingkungan pondok pesantren sangat memalukan. Ini berdampak buruk terhadap kepercayaan masyarakat terhadap pesantren,” tegas KH. Tajuddin saat ditemui pada Kamis, 8 Mei 2025.
Menurutnya, ada lima pilar utama dalam lingkungan pesantren, yakni kyai, santri, asrama, masjid, dan kurikulum. Kyai dan santri harus menjalin sinergi yang kuat, dengan peran serta wali santri dalam mengawasi setiap potensi penyimpangan.
Baca juga: DPPKB Karawang dan Klinik Pupuk Kujang Gelar Pelayanan KB Gratis Sambut May Day 2025
“Jika ada indikasi pencabulan, harus segera ditindak. Santri punya wali, harus ada komunikasi yang intens agar tidak kecolongan,” ujarnya.
KH. Tajuddin menyatakan sangat prihatin melihat banyaknya oknum pesantren yang mencoreng nilai luhur dengan melakukan pelecehan terhadap santri yang sedang menuntut ilmu. Padahal, lanjutnya, pondok pesantren seharusnya menjadi sumber pembentukan akhlak mulia, bukan tempat terjadinya kekerasan seksual.
“Pesantren itu sumber akhlak. Maka sangat memalukan jika justru muncul kasus pencabulan dari lingkungan itu sendiri,” katanya.
Menyikapi persoalan ini, KH. Tajuddin memberikan masukan kepada Kementerian Agama (Kemenag) agar memperketat sistem pembinaan pesantren, khususnya di wilayah Kabupaten Karawang.
“Pembinaan terhadap lembaga-lembaga pendidikan keagamaan harus lebih ditingkatkan. Terutama pesantren, idealnya harus ada pembatasan ketat antara santri laki-laki dan perempuan,” katanya.
Baca juga: MUI Karawang Periode 2025-2030 Resmi Dilantik, KH. Tajuddin Nur Kembali Pimpin
Sebagai contoh, ia menyebut Pesantren Baitul Burhan di Karawang yang telah menerapkan sistem pembatasan ruang ibadah antara santri laki-laki dan perempuan, termasuk menyediakan masjid khusus untuk santri putri.
KH. Tajuddin berharap, melalui sinergi pembinaan dan pengawasan, kasus pelecehan seksual di pesantren dapat diminimalisasi dan tidak terulang kembali. (*)