BEPAS, BOGOR – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan audiensi dengan Wali Kota Bogor Bima Arya di Paseban Punta, Balai Kota Bogor, Jalan Ir. Juanda, Bogor Tengah, Senin (30/9/2019).
Pada pertemuan tersebut dibahas juga beberapa persoalan yang berkaitan dengan HAM di kota hujan, mulai dari isu Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal.
Komisioner Komnas HAM Mochammad Choirul Anam mengatakan, ada dua komitmen yang berupaya dibangun Pemerintah Kota Bogor terkait persoalan HAM. Diantaranya komitmen untuk membangun masyarakat bertoleransi, serta komitmen Pemkot Bogor dalam menyelesaikan berbagai kasus yang berkaitan dengan HAM.
“Tidak banyak Pemerintah Daerah yang berkomitmen seperti ini. Itu niat positif lah. Karena Kota Bogor ini juga ada beberapa masalah kaitan HAM, yang isunya menjadi sorotan, bukan cuma konsumsi masyarakat lokal, nasional, tapi juga sampai ke telinga mancanegara,” ujarnya.
Ia menuturkan, Komnas HAM mendorong komitmen dari Pemerintah Kota Bogor dalam menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik. Pihaknya pun memberikan masukan-masukan dalam upaya menyelesaikan masalah itu, salah satunya terus intens berdialog membangun komunikasi.
“Bangun toleransi jadi tugas Pemkot Bogor. Karena ada kategori kalau mau jadi Kota Ramah HAM, nah penyelesaian dua masalah tadi bisa jadi indikator,” jelasnya.
Selain tentang dua kasus itu, Choirul melanjutkan, Pemerintah Kota Bogor juga akan mencoba membuat sistematis sikap toleran di Kota Bogor, termasuk pada PNS. Jika hal itu berhasil, bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam menciptakan iklim toleran.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, upaya mengubah stigma Kota Bogor menjadi kota toleran sangat tidak mudah. Langkah pertama political pemimpin, kedua di aturan butuh koordinasi apakah diksi yang dicantumkan diaturan sudah cukup kuat untuk dibumikan semua. Ketiga dari kegiatan-kegiatan. Dan keempat komitmen penganggaran secara jelas dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) yang jadi leading sector-nya.
“Toleran itu harus dijadikan keyakinan karena latar belakang orang berbeda-beda. Ini bukan soal pencitraan atau hanya dicantumkan ke RPJMD. Kalau masalah HAM selesai, bisa menghilangkan stigma Kota Bogor sebagai kota intoleran. Bahkan bisa menginspirasi kota lain,” pungkasnya. (hms)