beritapasundan.com – Toleransi merupakan salah satu nilai fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia, dengan keragaman suku, agama, ras, dan golongan, membutuhkan tingkat toleransi yang tinggi untuk menjaga keharmonisan. Beberapa kota di Indonesia telah diidentifikasi sebagai kota paling toleran, sementara beberapa lainnya masih perlu memperbaiki tingkat toleransi mereka.
Baca juga: Demensia Digital Akibat Penggunaan Gadget: Penyebab dan Cara Mencegahnya
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute, kota-kota seperti Salatiga, Singkawang, dan Manado dikenal sebagai kota paling toleran di Indonesia. Kota-kota ini memiliki berbagai kebijakan yang mendukung kerukunan antar umat beragama serta peraturan daerah yang menghargai keberagaman. Salatiga, misalnya, telah berulang kali dinobatkan sebagai kota paling toleran karena sikap terbuka pemerintah dan masyarakatnya terhadap perbedaan.
Di sisi lain, ada beberapa kota yang mendapat perhatian karena dianggap kurang toleran. Kota-kota seperti Depok dan Banda Aceh sering menjadi sorotan karena adanya kebijakan atau tindakan yang dianggap membatasi kebebasan beragama atau diskriminatif terhadap kelompok minoritas. Di Depok, misalnya, beberapa kasus penutupan rumah ibadah menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan beragama di kota tersebut.
Namun, penting untuk diingat bahwa intoleransi bukanlah sesuatu yang permanen. Dengan kebijakan yang tepat, dialog antar masyarakat, dan komitmen dari pemerintah daerah, tingkat toleransi di kota-kota ini dapat ditingkatkan. Kerja sama antara pemerintah, masyarakat sipil, dan berbagai organisasi keagamaan sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis.
Baca juga: Deretan Negara dengan Kasus Kebocoran Data Terbesar di Dunia
Secara keseluruhan, kota-kota yang dianggap paling toleran memberikan contoh positif tentang bagaimana keragaman dapat dikelola dengan baik. Sementara itu, tantangan bagi kota-kota yang dianggap intoleran adalah bagaimana mereka dapat memperbaiki citra dan kondisi sosial mereka melalui peningkatan dialog dan kebijakan yang lebih inklusif. (*)