KARAWANG – Dua guru di SMPN 1 Kutawaluya, Kabupaten Karawang, mengalami tekanan mental setelah dituduh penyelewengan distribusi dana Program Indonesia Pintar (PIP) tahun 2020, 2021, dan 2022. Tuduhan ini mencuat setelah seorang konten kreator, Ronald Sinaga atau Bro Ron, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sekolah tersebut dan menyebut mereka sebagai maling.
Sekretaris Komite SMPN 1 Kutawaluya, Heru Hermawan, mengungkapkan bahwa kedua guru tersebut merasa terpukul atas tuduhan tersebut, terutama akibat hujatan dari warganet di media sosial.
Baca juga: Pemkab Karawang Perkuat Implementasi Satu Data dan Satu Peta Indonesia
“Dua guru ini mengalami tekanan mental yang cukup berat karena disebut maling dalam dugaan penyelewengan dana PIP. Mereka merasa terhakimi oleh opini publik tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya,” ujar Heru saat diwawancarai pada Rabu, 19 Februari 2025.
Meski dalam kondisi tertekan, kedua guru tersebut tetap menjalankan tugas mengajar. Namun, pihak sekolah menyarankan mereka untuk membatasi aktivitas di media sosial guna mengurangi tekanan psikologis yang dialami.
“Mereka masih mengajar seperti biasa, meskipun dalam kondisi trauma akibat komentar negatif di media sosial,” tambah Heru.
Sebagai langkah penanganan, pihak sekolah berencana membawa kedua guru tersebut ke psikiater untuk mendapatkan pendampingan psikologis.
“Secara fisik mereka terlihat baik, tetapi di dalamnya masih menyimpan trauma. Kami berencana membawa mereka ke psikiater agar kondisi mental mereka benar-benar diperhatikan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak (P2KPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Karawang, Hesti Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya siap memberikan pendampingan psikologis kepada kedua guru tersebut.
“Jika mereka bersedia datang ke kantor P2TP2A, kami akan melakukan asesmen awal untuk mengetahui sejauh mana dampak trauma yang dialami. Setelah itu, mereka akan mendapatkan pendampingan dari tenaga ahli, seperti psikolog,” terangnya.
Baca juga: Dugaan Pemotongan Dana PIP di Karawang, Dewan Pendidikan Dukung Pengusutan
Menurut Hesti, kasus ini termasuk dalam bentuk kekerasan psikologis di dunia digital karena tekanan mental yang dialami akibat komentar negatif di media sosial.
“Kami belum bisa memastikan seberapa dalam trauma yang dialami. Sebaiknya kedua guru tersebut segera datang ke P2TP2A agar kami bisa melakukan asesmen lebih lanjut dan memberikan pendampingan yang diperlukan,” pungkasnya. (*)