Di ruang sepi sebuah rumah sakit tua, seorang nenek bernama Bu Asih terbaring lemah di tempat tidur, ditemani oleh cucunya, seorang wanita muda bernama Lani. Lani sudah beberapa minggu menemani neneknya di rumah sakit itu. Setiap malam, ketika ruangan sudah sunyi, hanya deru mesin pemantau detak jantung yang terdengar, dan lampu lorong yang redup menciptakan bayangan seram di dinding kamar.
Sejak hari pertama, Lani merasakan ada sesuatu yang aneh. Setiap pukul 12 malam, seorang suster wanita selalu masuk ke kamar neneknya. Ia berambut panjang, mengenakan seragam putih, dan wajahnya terlihat tenang namun begitu pucat. Suster itu hanya berdiri di sisi tempat tidur, memperhatikan Bu Asih dengan tatapan kosong, lalu tanpa sepatah kata pun, ia keluar meninggalkan ruangan.
Awalnya, Lani merasa kehadiran suster itu wajar. Namun lama-kelamaan, ia mulai merasa terganggu. Mengapa suster itu tidak pernah berbicara? Dan mengapa ia selalu datang tepat pada pukul 12 malam? Setiap kali Lani mencoba berbicara atau bertanya pada suster itu, ia hanya diam, menatap dengan pandangan kosong, seakan menatap ke dalam jiwa Lani dan neneknya. Suhu ruangan menjadi dingin setiap kali suster itu datang, membuat bulu kuduk Lani berdiri.
Penasaran, suatu malam Lani memutuskan untuk menunggu suster itu dengan lebih waspada. Detik demi detik berlalu, dan jarum jam pun akhirnya menunjuk ke angka 12. Tepat saat itu, pintu kamar neneknya terbuka perlahan, tanpa suara. Suster itu muncul di depan pintu, seperti biasa, berwajah pucat dengan tatapan hampa. Namun kali ini, Lani melihat sesuatu yang mengerikan. Kaki suster itu… melayang sedikit di atas lantai. Seperti melayang, tanpa menyentuh tanah.
Lani terdiam, jantungnya berdetak kencang. Rasa takut mulai menyelimuti tubuhnya, namun ia mencoba untuk tidak memperlihatkan ketakutannya. Saat suster itu kembali menatap neneknya, Lani nekat menanyakan hal yang selama ini ia pendam.
“Siapa… siapa sebenarnya kamu?” tanya Lani dengan suara gemetar.
Suster itu memutar kepalanya perlahan, menatap Lani dengan tatapan yang kosong namun dalam. Bibirnya yang pucat bergerak perlahan, namun tanpa suara. Lani merasa ada bisikan samar di telinganya, “Aku di sini… untuk menjemput.”
Malam itu, Lani tidak tidur sama sekali. Ia merasa terperangkap dalam mimpi buruk yang nyata. Keesokan harinya, dengan wajah yang pucat, ia bertanya pada perawat lain tentang suster yang selalu datang ke kamar neneknya pada tengah malam. Para perawat dan dokter di sana saling berpandangan dengan raut kebingungan. Salah seorang perawat akhirnya menjelaskan.
Baca juga: Gerbong Hantu Menuju Sukamulyo
“Tidak ada suster yang bertugas di ruangan ini setiap malam, apalagi jam 12 malam. Kami tidak punya jadwal jaga pada jam tersebut,” ucapnya.
Lani semakin ketakutan, namun ia terus mendesak. Salah satu perawat akhirnya mengingatkan, “Beberapa bulan yang lalu, seorang suster bernama Sari meninggal di rumah sakit ini. Ia ditemukan tidak bernyawa di salah satu kamar pasien, di bangsal ini. Beberapa orang memang bilang… arwahnya masih gentayangan.”
Malam berikutnya, Lani mencoba memastikan sendiri bahwa semua ini bukan hanya halusinasinya. Tepat pukul 12 malam, suster itu kembali muncul. Kali ini, wajahnya lebih jelas. Ada bekas luka sayatan panjang di lehernya, dan matanya kosong, seperti dipenuhi kesedihan yang mendalam. Suster itu menatap Lani dengan tatapan seolah meminta tolong.
Lani menyadari bahwa arwah suster ini terjebak di antara dunia hidup dan mati. Ia mungkin memiliki urusan yang belum selesai, sesuatu yang membuatnya kembali setiap malam ke kamar ini.
Dengan suara lembut dan penuh harapan, Lani berkata, “Suster, jika kau memerlukan bantuan… beritahu aku.”
Suster itu menatap Lani untuk beberapa detik, lalu menunjuk ke arah kantong jas putih yang ia kenakan. Lani memperhatikan ada sebuah kartu identitas dengan nama “Sari.” Ia mengangguk pelan, merasa telah mengerti pesan yang disampaikan.
Keesokan paginya, Lani mencari catatan tentang Sari. Ia menemukan bahwa Sari memang meninggal di rumah sakit ini, tetapi ada rumor kematiannya tidak wajar. Beberapa saksi menyebutkan bahwa Sari meninggal karena kecelakaan, namun sebagian percaya bahwa ia adalah korban dari kecelakaan yang tidak disengaja oleh seorang pasien.
Setelah mengerti kisah ini, Lani membacakan doa di kamar neneknya dan berharap Sari dapat menemukan kedamaian. Sejak saat itu, tepat tengah malam, suster itu tidak pernah datang lagi.