Beranda News Pembahasan Revisi UKL UPL Diwarnai Spanduk Tolak Atlasindo Utama di Karawang

Pembahasan Revisi UKL UPL Diwarnai Spanduk Tolak Atlasindo Utama di Karawang

37

BEPAS, KARAWANG – Rapat izin revisi UKL UPL Pertambangan PT Atlasindo Utama yang digelar Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Karawang bersama sejumlah instansi terkait dan masyarakat, di Hotel Swiss Bell in Karawang, Rabu kemarin (16/10) diwarnai aksi penolakan oleh ratusan aktivis pecinta lingkungan yang tergabung dalam Masyarakat Karawang Bersatu (MKB).

Dari pantauan BERITA PASUNDAN dilokasi, sejumlah spanduk dibentangkan MKB, Salah satunya bertuliskan, “Tolak Atlasindo, Karawang teu di jual” nampak terpampang di meja diatas podium.

Situasi nampak semakin tidak kondusif, ketika beberapa aktivis melemparkan draft izin UKL UPL PT. Atlasindo Utama kedepan podium, sehingga berserakan dilantai dan rapat pun langsung dihentikan.

Hal tersebut dilakukan, Sebagai bentuk protes atas dampak yang diberikan dari kegiatan usaha PT. Atlasindo Utama terhadap lingkungan alam dan masyarakat Kabupaten Karawang.

MKB pun menyatakan menolak tegas PT. Atlasindo Utama beroperasi kembali dan meminta Pemda membekukan izin tersebut selamanya.

Kepada awak media, Kepala Dinas LHK Kabupaten Karawang, Wawan Setiawan menjelaskan kegiatan rapat pembahasan izin revisi UKL UPL PT. Atlasindo tersebut merupakan bagian dari tindaklanjut dari pada pembekuan ijin lingkungan pertanggal 22 Oktober 2018 lalu.

Dimana setelah melalui proses, Pemkab menilai kegiatan PT. Atlasindo Utama ini ada dua permasalahan. Yaitu permasalahan sosial dan teknis.

Diterangkan Wawan, dalam permasalahan sosial kaitan dengan CSR dan lain sebagainya, dalam kurun waktu satu tahun PT. Atlasindo sudah bisa menyelesaikan.

Hal tersebut dibuktikan dengan ditandatanganinya surat pernyataan yang ditanda tangani masyarakat by name by address oleh pihak Kepala Desa, BPD, dan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika).

Menurut Wawan, memang setiap keputusan tidak bisa menyenangkan semua pihak pasti ada pro kontra.

Namun demikian, kaitan dampak pembangunan adalah harus dirasakan oleh masyarakat sekitar. Sehingga intinya dampak sosial disana adalah masyarakat sekitar yang terdampak langsung dan bisa diperlihatkan oleh kepala desa dengan memberikan pernyataan yang telah ditanda tangani masyarakat.

“Dan aparat desa ini hanya menyampaikan selaku aparat paling bawah dimana ada sebagian masyarakat yang memang membutuhkan kaitan keberlangsungan usaha PT. Atlasindo Utama ini,” ujarnya menjelaskan.

“Jadi kita anggap permasalahan sosial yang menjadi dampak penutupan PT. Atlasindo Utama ini kami anggap sudah selesai. Tinggal kemudian teknis,” imbuhnya lagi.

Dari segi permasalahan teknis, ternyata setelah mendengarkan masukan dari Kementerian ESDM, Propinsi, Perijinan dan tim teknis lainnya ternyata apa yang dipaparkan oleh pihak PT. Atlasindo Utama ini masih memiliki banyak kekurangan.

“Karena LH tidak punya kemampuan kaitan dengan penanganan pertambangan makanya kami mengundang pihak- pihak terkait seperti dari Kementerian ESDM juga Kehutanan karena ada informasi ada sebagian tanah yang tanahnya kehutanan. Yang mengatakan masih ada banyak hal yang harus diperbaiki, dari mulai Gambar tidak jelas, dan lain sebagainya,” jelas Wawan.

Dari terkait perbaikan – perbaikan ini, kata Wawan, Pemkab Karawang menyerahkan kembali kepada PT. Atlasindo Utama, untuk diperbaiki.

“Kalau mereka bisa memperbaiki dengan cepat atau lambat, jika sudah selesai diperbaiki nanti kita akan sidangkan kembali,” ujarnya.

Sementara itu PT. Atlasindo Utama melalui perwakilannya, Aris Wijaya Kepala Teknis Tambang (KTT) hanya singkat menjawab jika pihaknya sekarang tetap akan mengikuti aturan dari pemerintah daerah Kabupaten Karawang untuk stop terlebih dahulu.

“Stop kan kita, ya kita akan stop, kita tidak akan menentang aturan yang sudah ditetapkan,”pungkasnya seraya berlalu.(nna/dhi)