Beranda Headline Pegiat Lingkungan Gelar Diskusi, Soroti Pencemaran Minyak Pertamina Karawang

Pegiat Lingkungan Gelar Diskusi, Soroti Pencemaran Minyak Pertamina Karawang

22

BEPAS, KARAWANG – Pencemaran minyak mentah dari sumur blok YYA-1 milik Pertamina ONWJ di Karawang mendapat perhatian sejumlah pegiat lingkungan, dengan menggelar diskusi.

Adapun tema dalam diskusi yakni ‘Kemerdekaan Dicemari Minyak’ yang diikuti Greenpeace, Kiara, Jatamnas, Walhi Jawa Barat dan Karawang Explore dengan dimoderatori oleh Litbang Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum (ForkadasC+), Willy Firdaus.

“Saat ini angin laut masih mengarah ke wilayah barat, tetapi jika angin laut sudah mengarah ke wilayah timur, maka ancaman terhadap terumbu karang akan terjadi,” ujar Ketua Karawang Explore, Hadid Suherman kepada beritapasundan.com, Sabtu(17/8).

Dikatakan Hadid, kerusakan pada terumbu karang bisa merugikan Kabupaten Karawang. Selain sebagai objek wisata dan sejarah adanya bangkai kapal peninggalan VOC, terumbu karang di Karawang juga memiliki potensi penghasil oksigen yang tinggi bagi kehidupan.

“Pertamina harus menyelesaikan secepatnya tumpahan minyak mentah ini. Karena akan mengancam terumbu karang ketika angin laut berubah arahnya,” katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Walhi Jabar Meiki W Paendong, jika kebocoran YYA-1 tidak segera diatasi maka besar kemungkinan perluasan wilayah terdampak bisa ke seluruh Pantura (pantai utara) Jabar ketika arah angin berubah.

“Pertamina dan Pemerintah untuk melakukan evaluasi kepada seluruh sumur tua yang dimiliki Pertamina saat ini. Hasil evaluasi itu juga harus disampaikan kepada publik secara gamblang,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno menegaskan kejadian Balikpapan dan Karawang ini berbeda. Kejadian bocornya minyak di Balikpapan disebabkan karena jangkar kapal yang menghantam pipa minyak. Tetapi Karawang ini terjadi kebocoran di wilayah sumur, dan ini merupakan kasus yang baru di Indonesia.

Lalu dalam kejadian Pertamina, Eko mengajak seluruh akademisi di sejumlah disiplin ilmu turun untuk mengawal dan memberikan inovasinya dalam kejadian ini. Ia melihat harus ada solusi inovatif yang harus segera dilakukan. Dari penanganan risiko sosial, budaya, ekonomi dan risiko ekologis.

“Contohnya, petambak garam yang tidak bisa mengambil air permukaan laut karena pencemaran minyak. Dibandingkan mereka tidak berproduksi. Lebih baik kita carikan solusi bagaimana mereka bisa tetap beroperasi. Misalnya pihak ketiga mau dari Pertamina, Pemerintah atau pihak mana pun, membantu mereka mengambil air laut bagian dalam. Itu bisa dilakukan,” katanya.

Koordinator Jatamnas (Jaringan Advokasi Tambang Nasional), Melky Nahar secara tegas meminta kasus ini bukan sekedar dalam penanganan kompensasi saja. Melainkan harus penindakan hukum secara tegas yang dilakukan oleh penegak hukum.

“Tetapi jangan ada yang dikambing hitamkan, masa yang ditahan itu kroco-kroco. Karena ada pejabat dalam kasus ini,” katanya.

Pemerintah dan Pertamina dimintanya harus secara jujur mengungkapkan apa penyebab terjadinya kebocoran YYA-1. Hal tersebut untuk mengevaluasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

“Yang membingungkan ada pejabat pemerintah yang mengatakan jika pencemaran minyak ini berkah. Padahal mereka sebagai masyarakat pesisir ini sebagai korban,” katanya.

Evaluasi pun harus dilakukan secara jelas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan melakukan audit tanpa harus menunggu dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dalam evaluasi permasalahan Pertamina di Karawang,” pungkasnya. (kb)