beritapasundan.com – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam pemecatan yang diduga dilakukan secara sewenang-wenang terhadap Novi Citra Indriyani, seorang guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) Mutiara, Kabupaten Banjarnegara. Guru Novi diberhentikan setelah aktivitasnya sebagai vokalis band Sukatani menjadi sorotan.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menegaskan bahwa pemecatan ini berpotensi melanggar perlindungan profesi guru sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru, serta Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan.
Baca juga: Puluhan Biker MBI Chapter Karawang Hadiri Acara Aniversary MBI Bandung ke-6
Dugaan Pemecatan Akibat Kritik dalam Lagu
Kasus ini diduga berkaitan dengan lagu berjudul Bayar, Bayar, Bayar yang dinyanyikan oleh Band Sukatani. Lagu tersebut memiliki lirik yang mengkritik aparat kepolisian. Pihak sekolah beralasan bahwa pemecatan dilakukan karena adanya pelanggaran kode etik yang berkaitan dengan syariat Islam.
Namun, menurut P2G, tindakan sekolah tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Biasanya ada tahapan peringatan sebelum pemecatan, mulai dari teguran hingga sanksi bertahap. Tapi dalam kasus ini, Guru Novi langsung diberhentikan tanpa proses yang jelas,” ujar Iman dalam keterangan tertulisnya kepada media, Senin (24/2).
P2G juga mencurigai adanya tekanan dari pihak luar yang memengaruhi keputusan sekolah.
“Kami khawatir ada intervensi dari institusi lain yang memaksa sekolah atau yayasan untuk bertindak demikian,” lanjutnya.
Pemecatan dan Penghapusan Karya, Bentuk Diskriminasi Ganda
Selain kehilangan pekerjaannya, lagu Bayar, Bayar, Bayar juga dihapus dari berbagai platform musik. P2G menilai tindakan ini berpotensi melanggar hak kekayaan intelektual Guru Novi.
“Seharusnya karya kreatif guru diapresiasi, bukan malah diintimidasi. Hak kekayaan intelektual adalah bagian dari perlindungan profesi guru, sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017,” kata Iman.
Ia menilai kasus ini merupakan bentuk diskriminasi ganda terhadap Guru Novi.
“Dia kehilangan pekerjaannya, dan karyanya juga dihapus. Ini jelas melanggar hak-haknya,” tegas Iman.
P2G Desak Kemdikdasmen dan Komnas HAM Bertindak
P2G mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) untuk memanggil pihak sekolah dan mengklarifikasi kasus ini secara terbuka. P2G juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menyelidiki apakah ada pelanggaran HAM dalam pemecatan ini.
“Kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi guru. Jika dibiarkan, guru-guru lain bisa menghadapi nasib serupa hanya karena berpendapat atau berkarya di luar sekolah,” kata Iman.
Kasus Serupa Pernah Terjadi
P2G mencatat bahwa pemecatan Guru Novi bukanlah kasus pertama. Sebelumnya, guru Sabil di Cirebon juga diberhentikan setelah mengkritik Gubernur Jawa Barat saat itu, Ridwan Kamil.
Baca juga: DPRD Karawang Dukung Pengangkatan 1.596 Guru Honorer Jadi PPPK
“Pola yang sama terus berulang. Ada kritik terhadap pihak tertentu, lalu sekolah ditekan untuk mengambil tindakan terhadap guru yang bersangkutan,” ujar Iman.
Ia berharap pemerintah, yayasan, dan masyarakat lebih menghargai profesi guru dan tidak bertindak sewenang-wenang.
“Guru berhak mendapatkan perlindungan, baik dari intimidasi maupun dari pemecatan yang tidak adil,” tutupnya. (*)