beritapasundan.com – Malaysia kini memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung layanan kesehatan mental, sebuah langkah strategis dalam menghadapi meningkatnya kebutuhan layanan kesehatan mental.
Pandemi COVID-19 telah memperburuk kesehatan mental masyarakat, sementara jumlah profesional kesehatan mental di Malaysia masih sangat terbatas, dengan hanya sekitar 500 psikiater.
Baca juga: Kenali Penyebab Radang Tenggorokan dan Cara Mengobatinya
Angka ini masih jauh di bawah standar yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni satu psikiater untuk setiap 10.000 orang.
Salah satu inovasi AI yang menonjol adalah aplikasi yang dikembangkan oleh Dr. Jest Wong dan timnya. Aplikasi ini mampu mendeteksi tanda-tanda depresi dari rekaman suara singkat yang diunggah pengguna.
Dengan menganalisis karakteristik suara, seperti intonasi dan kejelasan bicara, aplikasi ini memberikan penilaian awal terhadap kondisi mental pengguna, memungkinkan mereka untuk segera mendapatkan panduan lebih lanjut atau mencari bantuan profesional.
Hingga kini, aplikasi tersebut telah digunakan lebih dari 500.000 orang, mencerminkan tingginya kebutuhan terhadap layanan kesehatan mental yang mudah diakses.
Di samping itu, chatbot dan asisten virtual berbasis AI juga diperkenalkan untuk memberikan panduan awal terkait kesehatan mental. Namun, para ahli mengingatkan bahwa AI belum dapat sepenuhnya menggantikan peran terapis manusia, terutama dalam hal empati dan pemahaman budaya.
Dr. Prem Kumar Shanmugam, CEO Solace Asia, menegaskan bahwa peran AI lebih bersifat pelengkap bagi tenaga medis, mendorong individu untuk lebih sadar akan kondisi kesehatan mental mereka sehingga nantinya dapat mencari bantuan dari profesional.
Baca juga: Era Baru Teknologi: Kacamata Pintar dan Neuralink Siap Gantikan Smartphone
Meski AI diakui memiliki potensi besar, para profesional kesehatan mental di Malaysia menekankan pentingnya penerapan yang etis, khususnya dalam hal privasi data dan sensitivitas budaya.
Dengan pengembangan yang tepat, teknologi ini diharapkan mampu mengatasi keterbatasan layanan kesehatan mental di Malaysia. (*)