beritapasundan.com – Dalam ajaran Islam, wali nikah memiliki peran penting dalam sahnya suatu pernikahan. Namun, bagaimana jika calon pengantin wanita adalah seorang mualaf, yakni wanita yang baru masuk Islam dan orang tuanya belum memeluk agama Islam? Pertanyaan tentang siapa yang berhak menjadi wali nikah bagi wanita mualaf kerap menjadi pembahasan yang cukup krusial. Berikut penjelasan hukumnya menurut syariat Islam.
Pengertian Wali Nikah
Wali nikah adalah seseorang yang memiliki hak untuk menikahkan seorang wanita. Biasanya, wali nikah berasal dari keluarga laki-laki, seperti ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, dan seterusnya. Dalam Islam, wali nikah merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Tidak sah pernikahan tanpa wali.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Baca juga: Komnas Haji Imbau Masyarakat Waspada Tawaran Haji Tanpa Antrean
Bagaimana Jika Wanita Adalah Seorang Mualaf?
Jika wanita tersebut merupakan seorang mualaf dan tidak memiliki keluarga laki-laki yang beragama Islam, maka menurut mayoritas ulama, hak wali nikah berpindah kepada wali hakim. Wali hakim adalah pejabat agama atau tokoh berwenang yang ditunjuk oleh negara atau lembaga keagamaan untuk menjadi wali bagi mereka yang tidak memiliki wali nasab.
Dengan kata lain, wali nikah untuk wanita mualaf yang tidak memiliki wali dari pihak keluarga karena perbedaan agama, akan dipegang oleh wali hakim. Ini didasarkan pada kaidah fiqih bahwa non-Muslim tidak bisa menjadi wali bagi Muslim, karena perbedaan agama merupakan penghalang.
Proses Penunjukan Wali Hakim
Penunjukan wali hakim dilakukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, tempat akad nikah akan dilangsungkan. KUA akan memeriksa status wali nikah dan jika memang terbukti tidak ada wali yang sah secara syariat, maka kepala KUA atau petugas yang ditunjuk berhak menjadi wali hakim.
Baca juga: Waspada! Makanan Sehari-Hari Ini Bisa Picu Lonjakan Kolesterol
Kesimpulan
Bagi seorang wanita mualaf, penting untuk memahami bahwa wali nikah merupakan syarat sahnya pernikahan. Jika tidak ada wali dari pihak keluarga yang beragama Islam, maka peran tersebut dapat diambil alih oleh wali hakim. Dalam setiap kasus, konsultasi dengan pihak KUA atau ulama setempat sangat dianjurkan agar proses pernikahan berjalan sesuai syariat Islam. (*)