Beranda Hukrim Gusdurian Sindir Pihak yang Pojokan Korban Kekerasan Seksual di Ponpes Majalaya

Gusdurian Sindir Pihak yang Pojokan Korban Kekerasan Seksual di Ponpes Majalaya

5
Koordinator Gusdurian Karawang, Ahmad Rohiman (Foto: Ist)

KARAWANG- Gusdurian Karawang sesalkan pihak yang memojokan korban dugaan kekerasan seksual oleh Pengasuh Pondok Pesantren di Kecamatan Majalaya Karawang.

Koordinator Gusdurian Karawang, Ahmad Rohiman mengungkapkan dalam kasus kekerasan seksual harusnya semua pihak memberikan dukungan bukan memojokan korban.

“Dalam hal kasus kekerasan seksual, kita harus konsen pada korban. Maka dari itu, saya tidak setuju dengan statement apa pun yang “menyalahkan” korban,” kata Rohiman, Jum’at (9/8/2024)

Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes Majalaya: Enam Santriwati Melapor ke Polisi

Lagian, kata Rohiman, dalam hukum acara pidana tidak ada istilah yang namanya “tabayyun” atau cross check ke pihak terduga pelaku.

“Kalo sudah dibuatkan laporan kepolisian, ya buktikan secara hukum, dong. Mana ada pelaku ngaku, ya penjara penuh,” ujarnya.

Gara-gara seperti inilah, lanjut dia, dalam setiap terjadi kekerasan seksual, korban KS tidak mau speak up. Karena banyak orang yang “tidak percaya” pada apa yang diungkapkan korban.

“Pihak-pihak yang lakukan penelusuran itu kan bukan penyidik, dan tidak punya keahlian ilmu kepolisian untuk menyelidiki sebuah kasus. Jadi tidak perlu melakukan penelusuran seakan-akan mampu menginvestigasi. Bukannya menyelesaikan kasus, justru malah melempar bola liar ke publik,” jelasnya.

Baca juga: DPRD Jabar Minta Pemerintah Waspadai Gelombang PHK

Menurut Rohiman dalam proses penyelidikan, polisi harus mengedepankan pembuktian saintifik investigasi menggunakan pembuktian secara ilmiah sesuai dengan bidang keahliannya, misalnya surat keterangan dari psikiater.

Karena, berkaitan dengan alat bukti, jika merujuk pada UU TPKS terkait alat bukti surat, selain bukti visum, penyelidik/penyidik dapat menggunakan bukti yang lain seperti rekam medis dan bahkan surat keterangan psikologi klinis atau psikiater atau spesialis kedokteran jiwa. Jadi tidak boleh penyelidik/penyidik hanya terpaku pada alat bukti visum dalam konteks fisik korban.

“Untuk itu, saya harap semua pihak jangan sok tahu. Segala lakukan investigasi dengan hanya meminta keterangan pelaku. Hal yang tidak ada dalam proses hukum acara pidana. Biarkan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya. Percayakan saja pada Kepolisian,” pungkasnya. ***