BEPAS, KARAWANG – Menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat merupakan keharusan bagi anggota Dewan. Suara masyarakat sangat penting sebagai kebutuhan nyata di masyarakat, sehingga aspirasi itu harus diperjuangkan agar kesejahteraan masyarakat meningkat.
Penyampaian aspirasi masyarakat tidak terbatas hanya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Karena aspirasi masyarakat terus bergulir, sehingga dapat disampaikan pada saat reses dewan yang dilakukan setahun tiga kali.
Untuk itu, pengusulan pokok-pokok pikiran (pokir) bagi anggota dewan ini sangat penting, untuk menyerap aspirasi-aspirasi masyarakat khususnya di daerah yang pembangunannya tidak terjangkau oleh pemerintah.
“Dewan memang harus punya pokir karena turun reses satu tahun tiga kali, kalau kita gak punya pokir apa yang akan diberikan kepada masyarakat,” kata Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Karawang, Ajang Supandi kepada Beritapasundan.
Baca juga: Sekda Acep: Anggaran Pokir Gak Masalah, Asal RPJMD Beres
Dikatakan Ajang, jika kemudian pokir ini ingin disinergiskan dengan RPJMD, ia merasa DPRD juga pasti mendukung, karena tujuannya jelas untuk membangun Kabupaten Karawang.
Hanya saja disayangkan Ajang, kepada eksekutif yang justru membicarakan kaitan belum ada kesepahamannya soal pokir ini ‘di warung kopi’.
“Ini kan rumah tangga bareng-bareng antara eksekutif dan legislatif, di mana DPRD juga adalah bagian dari pemerintah daerah, kenapa sih kita tidak bicara dan ngobrol enak mencari solusi bersama untuk masyarakat Karawang, jadi bukan obrolan di warung kopi, itu gak bener,” ujarnya menyayangkan.
Ajang mengulas, berbicara soal kesepahaman dan titik temu pokir anggota dewan adalah menjadi hal yang wajib setiap tahunnya.
“Selalu seperti itu setiap tahun, gak aneh, tapi ya, janganlah ngomong kemana-mana,” tandasnya lagi.
Bicara defisit anggaran, bagi DPRD itu bukanlah hal yang aneh, karena eksekutif setiap tahun pasti menyodorkan defisit kepada dewan.
Namun, defisit yang mereka (eksekutif-red) keluhkan selalu berujung dengan anggaran yang Silpa.
Pertanyaannya kemudian, lanjut Ajang, apakah eksekutif tidak mampu mengelola keuangan dengan baik. Tentu masyarakat yang dirugikan pada akhirnya.
“Kalau pada saat pembahasan, selalu menyodorkan defisit, tapi ujung-ujungnya Silpa,” ujarnya heran.
Ditegaskan Ajang, DPRD tidak meminta pokir ini harus besar, standar saja seperti yang sudah ada. Dan jika memang harus disinergiskan dengan RPJMD, Dewan legowo saja. (Nna/kie)