PADA kontestasi politik Karawang, trah Swara bukan bocah kemarin sore. Nama Ade Swara sudah muncul sejak 14 tahun lalu, ketika demokrasi di Karawang masih seumur jagung. Tercatat, Pilkada tahun 2005 adalah Pilkada pertama yang melibatkan rakyat Karawang untuk memilih pasangan bupati secara langsung. Tanpa diwakili DPRD.
Ade Swara yang kala itu berpasangan dengan Endang Rachmat memang kalah. Tapi ia punya ketangguhan yang seharusnya dimiliki politisi: sikap tidak kenal menyerah meski dikalahkan berkali-kali. Ia jadikan kekalahannya itu sebagai tabungan untuk kembali bertarung di Pilkada selanjutnya. Bersama Cellica Nurrachadiana, yang waktu itu berpengalaman sebagai anggota dewan level provinsi, mereka memenangi Pilkada 2010.
Keluarga Swara pernah ditumpas KPK, mereka pernah kalah sebagaimana mereka kalah di Pilkada 2005. Maka, bukan tidak mungkin, menggunakan ketangguhan yang sama, trah Swara kembali ke gelanggang Pilkada 2020. Sinyal ini makin hari makin menguat. Apalagi, Gina Swara, putri Ade Swara-Nurlatifah, yang digadang-gadang bakal maju, mengantongi empat modal besar: kekuatan finansial, sisa-sisa popularitas orangtuanya ditambah orang-orang setia dalam lingkaran trah Swara, koalisi Gerindra yang menang telak di Jawa Barat, dan kesuksesannya duduk di kursi DPRD Provinsi.
Setidaknya, modal Gina jauh lebih banyak dari Cellica Nurrachadiana saat namanya muncul di kontestasi Pilkada. Kala itu, Cellica punya tiga dari empat modal Gina: kekuatan finansial, Partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu, dan bekal pengalaman di DPRD Provinsi.
Di Pilkada 2020, meja berputar ke arah Cellica. Ia punya modal yang jauh lebih banyak. Namun perlu diingat kalau politik itu cair. Ia bisa dihitung, tapi tidak bisa diprediksi. Anda bisa cari sendiri di internet, para petahana yang tumbang di kontestasi pemilu. Faktornya banyak, tapi yang paling utama adalah: ketidakpuasan masyarakat. Pertanyaannya kemudian, apakah masyarakat puas dengan kepemimpinan Cellica? Kenapa Cellica-Jimmy bisa menang di Pilkada 2015?
Hilman Tamimi, aktivis tani yang namanya pernah melambung di kasus tiga desa menjawab, kekuatan emak-emak saat saya membuat status “apa yang membuat Cellica-Jimmy menang di Pilkada 2015” di aplikasi WhatsApp. Kawan saya yang lain, Manajer Portaljabar, Putra M. Azmi, menjawab janji kampanye pasangan Cellica-Jimmy lebih bisa diterima masyarakat ketimbang calon lain, dan itu yang mengantarkan Cellica-Jimmy sebagai pemenang dengan perolehan 533.240 (51 persen) suara.
Pada Pilkada 2010, Ade Swara-Cellica menang dengan perolehan 372.822 (38,8 persen) suara. Unggul di 21 dari 30 kecamatan. Menang tipis dari pasangan Sonny Hersona-Dadang S. Muchtar dengan raihan 288.732 (30,05 persen) suara yang unggul di delapan kecamatan.
Di Pilkada 2015, Cellica-Jimmy yang ketika itu diusung Demokrat, PKB, dan PAN unggul di 29 kecamatan. Mereka hanya kalah di Kecamatan Tirtajaya. Tentu saja, mereka tidak bakal bisa mengulang ini di Pilkada mendatang. Cellica mengisyaratkan tidak ingin bersama Jimmy di kontestasi 2020, sementara Jimmy ingin maju sebagai calon K1.
Faktor-faktor yang membuat Celica-Jimmy unggul di 2015, tidak bakal bisa diulangi Cellica di 2020. Namun sebagai petahana, Cellica jelas unggul secara elektabilitas dan popularitas ketimbang calon lain. Apalagi kita semua tahu, sebagai bupati, Cellica rajin hadir di acara-acara seremoni. Kampanye gratisan ini terbukti efektif ketika ia masih menjabat sebagai Plt Bupati. Cellica bisa mencuri start lebih awal untuk kampanye. Terlebih, Cellica makin lihai berkomunikasi dengan publik. Ia bisa memangkas jarak antara rakyat dan bupati. Saya perhatikan, tiap pidato, dari atas panggung, ia bisa komunikasi dengan rakyat secara langsung tanpa canggung. Tinggal bagaimana Cellica mengemas keberhasilannya selama memimpin untuk merayu masyarakat. Pertanyaannya adalah, apa keberhasilan Cellica?
Atau, pertanyaannya kita kerucutkan menjadi: selain Gina, siapa lawan sepadan Cellica di 2020? Apakah ada calon lain yang punya modal politik lebih dari atau setara dengan Gina Swara?
Untuk saat ini belum ada. Syarat paling penting untuk menang di kontestasi politik adalah elektabilitas dan popularitas. Lalu kekuatan logistik dan tangan-tangan tidak terlihat alias invisible hand atau momentum politik. Juga yang tidak kalah penting: jumlah kursi memadai di parlemen. Cellica dan Gina punya itu semua.
Kepala Disdikpora Karawang, Dadan Sugardan, kata salah satu narasumber, dibidik jadi kandidat utama calon wakil bupati. Baik oleh Cellica, maupun oleh keluarga Swara. Ketika peringatan Mayday kemarin, Cellica mengirim kode soal kriteria calon pendampingnya di Pilkada mendatang. Ia ingin seseorang yang tidak banyak bikin manuver atau kalau bisa sama sekali tidak membuat manuver. SBY, atasan Cellica di level nasional, juga melakukan hal yang sama di periode keduanya menjabat. Ia pilih Boediono, seorang non-partisan, juga bukan orang partai. Ia adalah “birokrat” tulen: seorang ekonom, pengajar, dan berpengalaman sebagai menteri di dua kabinet. Barangkali, Cellica sependapat dengan SBY, memilih wakil dari “orang politik” membuat mereka tidak leluasa bekerja. Dadan Sugardan dikenal sebagai PNS yang taat pada atasan. Ia tidak banyak–atau bisa dibilang tidak pernah–bikin manuver. Hampir tidak ada gejolak selama ia menjabat sebagai Kepala Disdikpora Karawang. Setali tiga uang, hampir tidak ada inovasi dari Disdikpora Karawang di bawah kepemimpinan Dadan Sugardan. Kalaupun ada, Disdikpora hanya menjalankan warisan inovasi dari “the dream team” era keemasan Disdikpora dengan skuad: almarhum Agus Supriatman, Rachmat Gunadi, Asep Supriatna, dan Amid Mulyana.
Sebagai PNS yang dikenal taat, Dadan Sugardan juga dikabarkan dekat dengan keluarga Swara. Ia sudah pasti diincar Gina Swara. Kalaupun tidak dijadikan calon wakil Gina, ia mestinya “diamankan” di kubu Gina untuk mencegahnya menggalang kekuatan guru.
Saat ini, kita tinggal menunggu, apakah Cellica bisa menuntaskan janji kampanyenya dalam waktu dekat, dan apakah Gina mau “gambling” melepas jabatannya di DPRD Provinsi seperti yang pernah dilakukan Saan Mustopa saat melepas kesempatan sebagai anggota DPR RI demi mencalonkan diri di Pilkada. Kita tunggu tontonan menarik tahun ini.
*
Catatan Redaksi adalah rubrik yang dikelola pimpinan redaksi Berita Pasundan, F. Yuhri, S.Kom. Mirip dengan apa yang dilakukan Goenawan Muhamad lewat Catatan Pinggir di Majalan Tempo, rubrik Catatan Redaksi merespon isu-isu paling aktual di tanah pasundan.