KARAWANG – Proyek Straregis Nasional (PSN) pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) II yang menggusur sejumlah lahan warga di wilayah Karawang masih menyisakan polemik. PT Jui Shin Indonesia misalnya, menuding Kantor Pertanahan (Kantah) atau dikenal BPN Karawang menunda-nunda pencairan konsinyasi imbas penggusuran lahan.
Kuasa Hukum PT Jui Shin Indonesia, Rizky Hariyo menilai BPN Karawang mempersulit proses pencairan uang konsinyasi yang dititipkan di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Karawang.
Dia menyebutkan, perusahaan memiliki 2 SHGB seluas 20 hektare yang terbagi atas enam bidang tanah. Tiga diantaranya sudah dapat dicairkan, akan tetapi 3 bidang tanah lainnya belum dapat dicairkan karena pengadilan mensyaratkan adanya surat pengantar dari BPN Karawang.
Baca juga:Â 3.256 Sertipikat Tanah Diserahkan kepada Warga Jawa Barat, Sekjen ATR/BPN: Mafia Tanah Terus Dipersempit
“Klien kami PT Jui Shin Indonesia ingin melakukan pencairan uang konsinyasi yang dititipkan oleh BPN Karawang kepada Pengadilan Negeri Karawang sehubungan dengan proyek strategis nasional pembangunan jalan Tol Japek II. Namun dari pengadilan belum mau mencairkan uang yang dikonsinyasikan tersebut dengan alasan pihak BPN Karawang belum mau memberikan surat pengantar yang disyaratkan oleh pengadilan,” ujar Rizky belum lama ini, dikutip Kamis (24/10).
Merespons hal itu, Plt Kasi Pengadaan Tanah BPN Karawang, Fenny Oktareni membantah pihaknya secara sengaja mempersulit PT Jui Shin Indonesia memproses uang konsinyasi.
Dia menjelaskan, dalam putusan pengadilan memang menyatakan bahwa PT Jui Shin Indonesia berhak terhadap SHGB dalam 6 bidang tanah yang sebelumnya berperkara melawan ahli waris bernama Helda Ali Umar.
Kata dia, 3 dari 6 bidang tanah itu sudah dicairkan kosinyasinya oleh PT Jui Shin Indonesia. Sedangkan 3 bidang tanah lainnya belum bisa diproses karena statusnya masih sengketa, alias ada klaim dua pihak antara PT Jui Shin Indonesia dan warga atas nama Rahmat Syah Mahmur.
Baca juga:Â BPN Karawang Targetkan Sertifikasi 40 Ribu Bidang Tanah Lewat Program PTSL 2024
Warga bernama Rahmat Syah Mahmur itu saat ini memegang akta jual beli dalam 3 bidang tanah tersebut.
“Tiga bidang lagi itu masih ada sengketa antara PT Jui Shin dengan Rahmat. Pak Rahmat ini perolehannya jual beli dengan para ahli waris sebelumnya. Selama masih ada klaim dua pihak antara Rahmat dan PT Jui Shin, BPN tidak dapat memberikan rekomendasi pencairan konsinyasi,” beber Fenny.
Baca juga:Â Forum Reformasi Birokrasi: Sekjen ATR/BPN Hadiri Peluncuran Buku Anti Mainstream Bureaucracy
Dia menegaskan, dalam Pasal 93 dan 94 PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum, rekomendasi konsinyasi baru bisa diberikan ketika status tanahnya clean and clear alias tidak bersengketa.
“Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa dalam hal objek pengadaan tanah masih dipersengketakan kepemilikannya, maka pengambilan konsinyasi dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau putusan perdamaian,” papar Fenny.
Maka itu, lanjut dia, BPN Karawang belum bisa memberikan rekomendasi konsinyasi kepada PT Jui Shin Indonesia karena status 3 bidang tanah tersebut masih bersengketa.
Baca juga:Â Ibu Ajak Dua Anak Akhiri Hidup di Karawang, Satu Anak Berhasil Selamat
Pihaknya menyarankan kepada PT Jui Shin Indonesia dan Rahmat Syam melakukan kesepakatan terlebih dahulu, baik melalui gugatan atau pun melakukan perdamaian di Pengadilan Negeri (PN) Karawang.
Hasil dari gugatan atau pun perdamaian tersebut lah yang nantinya dapat menjadi dasar BPN Karawang memberikan rekomendasi pencairan konsinyasi.
“Dengan dasar perdamaian melalui pengadilan misalnya, nanti disampaikan lah ke BPN agar memberikan rekomendasi pencairan konsinyasi. Intinya harus ada action-nya lah dari mereka,” tutupnya. (*)