KARAWANG – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa bencana hidrometeorologi basah menjadi jenis bencana paling dominan di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Puncak kejadian umumnya terjadi pada bulan November dan Desember, mendorong masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan.
Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen Lukmansyah, mengungkapkan data hasil rekapitulasi BNPB periode 2014-2024 menunjukkan total 6.146 kejadian bencana hidrometeorologi basah. Rinciannya meliputi banjir sebanyak 2.260 kejadian (35,3%), cuaca ekstrem sebanyak 2.233 kejadian (34,9%), tanah longsor sebanyak 1.500 kejadian (25%), serta gelombang pasang dan abrasi sebanyak 54 kejadian (0,8%).
Baca juga: BNPB: Bencana Hidrometeorologi Basah di Jawa Barat Dominasi 10 Tahun Terakhir
“Yang mengkhawatirkan adalah 96,1 persen dari total bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi, baik basah maupun kering, mayoritas basah,” jelas Lukmansyah saat kunjungan ke Desa Karangligar, Karawang, Senin (2/12/2024).
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa rata-rata Indonesia mengalami 5-6 kejadian bencana per hari. Bulan November dan Desember menjadi periode dengan intensitas bencana tertinggi, sering kali menyebabkan korban jiwa dan kerugian besar.
Baca juga: BNPB: Banjir Karangligar Sulit Diatasi Tanpa Langkah Jangka Panjang
“Korban meninggal akibat bencana ini cukup banyak. Oleh karena itu, kemarin kami melakukan rapat koordinasi untuk memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi bencana,” tambahnya.
BNPB mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama di wilayah rawan bencana seperti daerah aliran sungai, perbukitan, dan pesisir pantai. Dengan langkah mitigasi dan kesiapan yang baik, diharapkan dampak bencana dapat diminimalisir. (*)